CORDOBA
By
: Dewi Koes Herawaty
(admin Daedae)
Ini sudah kali keduaku mengunjungi kota di negara
Spanyol bagian selatan ini, kota yang dari dulu sangat aku rindukan dengan
ketentraman dan keberadaan sejarah yang masih sangat kental. Dentang lonceng
menandakan berakhirnya misa di tempat aku berdiri, sekarang hanya perlu
menunggu para jemaat pergi sebelum masuk ke dalamnya. Aku melirik jam di
pergelangan tangan yang menunjukkan pukul 10.00 waktu setempat, terlihat
beberapa pengunjung lain ikut berdiri bersamaku yang tak lama kami diizinkan
masuk ke dalam gedung yang memiliki pintu berbentuk kubah ini, dibagian itu
terdapat corak bertuliskan arab tapi tak lagi utuh sehingga susah untuk dibaca.
Ya aku mengunjungi Mezquita-Catedral Cordoba, kali ini aku pergi sendiri tak seperti
kali pertama yang ditemani Tee salah satu sahabat dekatku.
Mezquita-Catedral Cordoba seperti namanya memang
merupakan mesjid (Mezquita) tapi itu dulu saat Bani Umayyah masih menguasai
daerah ini, Mezquita yang dulu menjadi pusat peribadatan, dan pusat peradaban
terbesar pada jaman keemasannya. Sekarang semenjak keruntuhan Bani Umayyah dan
kaum nasrani memimpin, Mezquita dirubah menjadi Catedral yang menjadi tempat
dilakukannya ibadah misa untuk umat nasrani. Tak lama berjalan melewati
pilar-pilar bertuliskan kaligrafi yang artinya banyak berisi pujian kepada
Allah, aku berhenti di sebuah mihrab yang menjadi tempat imam memimpin sholat, disini
juga banyak sekali ukiran kaligrafi yang berukuran tidak terlalu besar aku
menatapnya dari kejauhan karena petugas melarang setiap pengunjung menyentuh
dinding-dinding mihrab yang saat ini dibatasi pagar besi. Terdengar seseorang
berjalan mendekatiku ketika aku masih asik mengambil gambar keindahan di setiap
ukiran mihrab dengan kamera DSLR-ku tanpa menggerakkan kepala untuk
memperhatikannya.
“Sayang
sekali, kita hanya memandangi jejak kejayaan yang hampir 500 tahun ini tanpa
bisa merasakan keemasan pada masanya.” kata laki-laki disampingku itu
“Ya,
tapi setidaknya kita masih bisa menikmatinya dan merasakan jejaknya.”
“Menurutmu,
kenapa setiap orang ingin mengunjungi tempat ini ?” laki- laki yang tingginya 20
cm lebih tinggi dariku itu terus mengajak berbicara padahal aku sama sekali tak
menatapnya dari tadi.
“eehmm
entahlah, menurutku tempat ini punya keistimewaan sendiri.” aku masih
memandangi keindahan mihrab di tempat ini sepertinya hanya ada kami berdua
ketika semua pengunjung telah pergi ke ruangan lain.
“seperti
apa ?” tanyanya lagi sambil menatapku
“Ooo
..” aku baru sadar dari tadi kami bercakap dalam bahasa negara asalku,
Indonesia dengan laki-laki yang tak kuketahui ini, aku lansung menatap wajah
laki-laki yang dari tadi tak ku perdulikan.
“Oh
Sorry” kataku lagi, dia tersenyum kepadaku yang memberikan ekspresi yang berbeda,
terkejut tepatnya. Setelah itu aku dengan tergesa-gesa pergi menjauhinya
Aku berjalan cepat menjauhinya menuju taman
yang ditumbuhi pohon cemara dan kurma
itu kemudian berhenti di salah satu pohon yang rindang, aku memegang dadaku
“Deg....”
tanganku dapat merasakan detak jantungku yang memompa sangat cepat, siapa
sangka aku akan bertemu dengan lelaki yang pernah kucintai dalam diam,
laki-laki yang pernah menjadi bagian yang tersebut dalam doaku setelah selama
tiga tahun aku tak pernah mendapatkan kabarmya. Aku tahu tak seharusnya tadi
pergi meninggalkannya seperti itu, pasti aku dianggap tak sopan di matanya.
“
Astagfirullah..Ya Allah, ada apa denganku.” Aku berkata pelan, memantapkan hati
lalu perlahan meninggalkan Mezquita-Catedral Cordoba dengan perasaan jika dia
memang jodohku kami akan dipertemukan lagi dengan cara-Nya.
000-000
Kamar ini terasa sunyi tak ada suara, tak ada cahaya
lampu hanya sebuah laptop berwarna hitamku masih menyala di atas meja kayu yang
usang, aku masih duduk di depannya dengan tatapan kosong tanpa berbuat apa-apa.
Hafis, namaku terpampang dalam media sosial yang ada di layar Laptop, Aku masih
melamun di tengah malam mengingat kejadian tadi siang saat di Mezquita-Catedral
Cordoba, aku tak menyangka benar-benar bisa bertemu dengan perempuan yang
selama ini terus ku ikuti dalam media sosial dan sungguh perempuan itu benar-benar
mengunjungi Cordoba sama seperti yang dikatakan di media sosialnya beberapa
hari yang lalu. Aku masih ingat dulu
saat satu kampus dengannya, perempuan itu selalu mengalihkan pandangan dan berjalan
cepat saat melihat diriku. Perempuan itu tak berubah sama sekali setelah tiga
tahun tak bertemu karena aku harus melanjutkan pendidikan di Cordova selama dua
tahun terakhir. Saat dia pergi begitu saja meninggalkan ku tadi siang alih-alih
menganggapnya tak sopan, aku hanya tersenyum karena dia begitu lucu seperti
tiga tahun yang lalu salah tingkah saat melihat diriku.
Aku mengetik cepat sebuah nama di kolom pencarian
media sosialku, “De Mirae” nama perempuan yang selama ini mengisi hati itu. Tak
butuh waktu lama, saat ini layar laptop telah berganti menjadi profil media
sosial perempuan yang tadi kutemui. Aku segera mendapat berita terbaru, satu
jam yang lalu De Mirae mengupload foto Mihrab di Mezquita-Catedral Cordoba, sebuah
senyum tanpa terasa tergambar dalam wajahku saat membaca keterangan dalam foto
setelah itu dengan bahagia dan mengucap syukur aku hanya mematikan laptop dan
pergi tidur karena sudah larut malam, besok aku harus menghubungi wali dari
perempuan yang telah ditakdirkan untukku.
“Ketika Allah telah berkehendak dan
takdir telah berbicara, siapa yang akan tahu jika jantung ini berdetak di
tempat yang berbeda tapi dengan orang yang sama untuk kedua kalinya.” Mihrab –
Mezquita Catedral Cordoba (De Mirae)