Sabtu, 06 Februari 2016

Cerpen : CORDOBA

CORDOBA
By : Dewi Koes Herawaty 
(admin Daedae) 





Ini sudah kali keduaku mengunjungi kota di negara Spanyol bagian selatan ini, kota yang dari dulu sangat aku rindukan dengan ketentraman dan keberadaan sejarah yang masih sangat kental. Dentang lonceng menandakan berakhirnya misa di tempat aku berdiri, sekarang hanya perlu menunggu para jemaat pergi sebelum masuk ke dalamnya. Aku melirik jam di pergelangan tangan yang menunjukkan pukul 10.00 waktu setempat, terlihat beberapa pengunjung lain ikut berdiri bersamaku yang tak lama kami diizinkan masuk ke dalam gedung yang memiliki pintu berbentuk kubah ini, dibagian itu terdapat corak bertuliskan arab tapi tak lagi utuh sehingga susah untuk dibaca. Ya aku mengunjungi Mezquita-Catedral Cordoba, kali ini aku pergi sendiri tak seperti kali pertama yang ditemani Tee salah satu sahabat dekatku.
Mezquita-Catedral Cordoba seperti namanya memang merupakan mesjid (Mezquita) tapi itu dulu saat Bani Umayyah masih menguasai daerah ini, Mezquita yang dulu menjadi pusat peribadatan, dan pusat peradaban terbesar pada jaman keemasannya. Sekarang semenjak keruntuhan Bani Umayyah dan kaum nasrani memimpin, Mezquita dirubah menjadi Catedral yang menjadi tempat dilakukannya ibadah misa untuk umat nasrani. Tak lama berjalan melewati pilar-pilar bertuliskan kaligrafi yang artinya banyak berisi pujian kepada Allah, aku berhenti di sebuah mihrab yang menjadi tempat imam memimpin sholat, disini juga banyak sekali ukiran kaligrafi yang berukuran tidak terlalu besar aku menatapnya dari kejauhan karena petugas melarang setiap pengunjung menyentuh dinding-dinding mihrab yang saat ini dibatasi pagar besi. Terdengar seseorang berjalan mendekatiku ketika aku masih asik mengambil gambar keindahan di setiap ukiran mihrab dengan kamera DSLR-ku tanpa menggerakkan kepala untuk memperhatikannya.
“Sayang sekali, kita hanya memandangi jejak kejayaan yang hampir 500 tahun ini tanpa bisa merasakan keemasan pada masanya.” kata laki-laki disampingku itu
“Ya, tapi setidaknya kita masih bisa menikmatinya dan merasakan jejaknya.”
“Menurutmu, kenapa setiap orang ingin mengunjungi tempat ini ?” laki- laki yang tingginya 20 cm lebih tinggi dariku itu terus mengajak berbicara padahal aku sama sekali tak menatapnya dari tadi.
“eehmm entahlah, menurutku tempat ini punya keistimewaan sendiri.” aku masih memandangi keindahan mihrab di tempat ini sepertinya hanya ada kami berdua ketika semua pengunjung telah pergi ke ruangan lain.
“seperti apa ?” tanyanya lagi sambil menatapku
“Ooo ..” aku baru sadar dari tadi kami bercakap dalam bahasa negara asalku, Indonesia dengan laki-laki yang tak kuketahui ini, aku lansung menatap wajah laki-laki yang dari tadi tak ku perdulikan.
“Oh Sorry” kataku lagi, dia tersenyum kepadaku yang memberikan ekspresi yang berbeda, terkejut tepatnya. Setelah itu aku dengan tergesa-gesa pergi menjauhinya
Aku berjalan cepat menjauhinya menuju taman yang  ditumbuhi pohon cemara dan kurma itu kemudian berhenti di salah satu pohon yang rindang, aku memegang dadaku
“Deg....” tanganku dapat merasakan detak jantungku yang memompa sangat cepat, siapa sangka aku akan bertemu dengan lelaki yang pernah kucintai dalam diam, laki-laki yang pernah menjadi bagian yang tersebut dalam doaku setelah selama tiga tahun aku tak pernah mendapatkan kabarmya. Aku tahu tak seharusnya tadi pergi meninggalkannya seperti itu, pasti aku dianggap tak sopan di matanya.
“ Astagfirullah..Ya Allah, ada apa denganku.” Aku berkata pelan, memantapkan hati lalu perlahan meninggalkan Mezquita-Catedral Cordoba dengan perasaan jika dia memang jodohku kami akan dipertemukan lagi dengan cara-Nya.

000-000
Kamar ini terasa sunyi tak ada suara, tak ada cahaya lampu hanya sebuah laptop berwarna hitamku masih menyala di atas meja kayu yang usang, aku masih duduk di depannya dengan tatapan kosong tanpa berbuat apa-apa. Hafis, namaku terpampang dalam media sosial yang ada di layar Laptop, Aku masih melamun di tengah malam mengingat kejadian tadi siang saat di Mezquita-Catedral Cordoba, aku tak menyangka benar-benar bisa bertemu dengan perempuan yang selama ini terus ku ikuti dalam media sosial dan sungguh perempuan itu benar-benar mengunjungi Cordoba sama seperti yang dikatakan di media sosialnya beberapa hari yang lalu. Aku masih ingat  dulu saat satu kampus dengannya, perempuan itu selalu mengalihkan pandangan dan berjalan cepat saat melihat diriku. Perempuan itu tak berubah sama sekali setelah tiga tahun tak bertemu karena aku harus melanjutkan pendidikan di Cordova selama dua tahun terakhir. Saat dia pergi begitu saja meninggalkan ku tadi siang alih-alih menganggapnya tak sopan, aku hanya tersenyum karena dia begitu lucu seperti tiga tahun yang lalu salah tingkah saat melihat diriku.
Aku mengetik cepat sebuah nama di kolom pencarian media sosialku, “De Mirae” nama perempuan yang selama ini mengisi hati itu. Tak butuh waktu lama, saat ini layar laptop telah berganti menjadi profil media sosial perempuan yang tadi kutemui. Aku segera mendapat berita terbaru, satu jam yang lalu De Mirae mengupload foto Mihrab di Mezquita-Catedral Cordoba, sebuah senyum tanpa terasa tergambar dalam wajahku saat membaca keterangan dalam foto setelah itu dengan bahagia dan mengucap syukur aku hanya mematikan laptop dan pergi tidur karena sudah larut malam, besok aku harus menghubungi wali dari perempuan yang telah ditakdirkan untukku.

“Ketika Allah telah berkehendak dan takdir telah berbicara, siapa yang akan tahu jika jantung ini berdetak di tempat yang berbeda tapi dengan orang yang sama untuk kedua kalinya.” Mihrab – Mezquita Catedral Cordoba (De Mirae)